Kamis, 12 April 2012


Dalam Kasus Lapindo


oleh :
Firdaus Cahyadi dan Luluk Uliyah
Divisi Knowledge Management (KM)
Yayasan Satudunia
Agustus 2011




Pertarungan Pengetahuan Dalam Kasus Lapindo
Pertarungan Pengetahuan
Pengetahuan kita mengenai sesuatu objek memiliki jenjang atau tingkatan. Know
What (apa), Know How (bagaimana) dan Know Why (mengapa). Pengetahuan kita
tentang sesuatu objek akhirnya membentuk pemahaman terhadap objek tersebut.
Pemahaman ini akan berpengaruh pada sikap kita terhadap objek tersebut.
Group Bakrie, sebuah perusahaan yang sejak awal dikaitkan dengan kasus ini
juga memiliki media massa. Dari prespekatif pengetahuan, media massa adalah salah
satu infrastruktur pengetahuan yang bisa mempengaruhi pemahaman kita terhadap
sebuah objek atau kasus. Kepemilikan media massa oleh Group Bakrie ini sedikitbanyak
mempengaruhi pertarungan pengetahuan dalam kasus Lapindo.
Di sisi lain, warga masyarakat pun tidak tinggal diam. Kepemilikan infrastruktur
pengetahuan dari Group Bakrie, dilawan dengan mendirikan radio komunitas, bulletin
dan portal. Tujuannya sederhana memberikan pemahaman terhadap kasus ini di luar
pemahaman yang diberikan media mainstream, termasuk media massa group Bakrie.
Dari sinilah pertarungan pengetahuan dimulai
Inkonsistensi Media
Pemberitaan media terkait semburan lumpur Lapindo memang sangat beragam.
Tetapi kebanyakan berita yang ditampilkan lebih menguntungkan pihak Bakrie. Salah
satunya dengan penyebutan Lumpur Lapindo yang telah diarahkan menjadi lumpur
Sidoarjo.
Penelitian Yayan Sakti Suryandaru, pengamat media massa Universitas
Airlangga, Surabaya, pada periode Januari – Desember 2008, memperlihatkan bahwa
media tidak konsisten dalam menyebut lumpur Lapindo. Sebagian besar media cetak
lokal dan nasional lebih memilih menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo dibanding
Lumpur Lapindo. Diantaranya harian Media Indonesia dan Surabaya Post, yang
menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo. Sedangkan media lokal seperti Surya dan Jawa
Pos terkadang menggunakan istilah lumpur Lapindo, tetapi tak jarang juga menyebut
Lumpur Sidoarjo. Hanya harian Kompas yang masih menggunakan istilah Lumpur
Lapindo.
Tapi di tahun 2011, penyebutan istilah Lumpur Lapindo dan Lumpur Sidoarjo di
media mulai berubah. Harian Kompas yang di tahun 2008 tetap menggunakan istilah
Lumpur Lapindo, ternyata mulai Januari 2009 mengubahnya menjadi Lumpur Sidoarjo.
Saat ini KOMPAS kembali menggunakan istilah lumpur Lapindo.


Harian Media Indonesia dan Metro TV justru sebaliknya. Setelah kekalahan
Surya Paloh dalam pencalonan sebagai Ketua Umum Golkar di tahun 2009,
penyebutan lumpur Lapindo kembali digunakan.
Sedangkan media-media milik Bakrie, seperti TV One, ANTV, Vivanews dan
Surabaya Post tetap menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo. Dan ini diikuti oleh Suara
Surabaya, Inilah.com, Suara Merdeka, Jurnal Nasional dan BBC Indonesia. Untuk
Detik.com dan Suara Merdeka, keduanya kadang menggunakan istilah Lumpur
Sidoarjo, tetapi kadang juga menggunakan Lumpur Lapindo.
Sementara media yang masih menggunakan istilah Lumpur Lapindo adalah
Antara, Tempo, Okezone, Pos Kota, dan JPNN.
Bagaimana Media Group Bakrie Memberitakan Kasus Lapindo?
Group Bakrie selain memiliki usaha tambang, juga memiliki berbagai media.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), Group Bakrie
mencoba mensinergikan group medianya di VIVA Group (AnTV, TVOne dan
Vivanews.com) dengan group telekomunikasinya.
Presiden Direktur PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) Anindya Novyan Bakrie
memaparkan Bakrie Telecom, Media and Technology (BakrieTMT2015) akan
menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL), media (VIVA Group) dan teknologi
(BConn dan BNET) sampai dengan tahun 2015 di Jakarta, Kamis (31/3). Untuk sinergi
tersebut BTEL akan menanam investasi senilai Rp 5 triliun1
Terkait dengan kasus Lapindo, pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana
media Group Bakrie memberitakan kasus Lapindo?
Akhir Mei 2011 lalu, AnTV menanyangkan program televisi yang berisikan
tentang nasib korban semburan lumpur Lapindo. Selama hampir satu minggu, TV milik
Bakrie ini memenuhi televisinya dengan program-program semacam itu. Sementara itu
TV One, TV milik group Bakrie yang lain, telah beberapa minggu sebelumnya
menayangkan program pengajian di TVnya “Damai Indonesiaku” dengan mengambil
lokasi di Porong, Sidoarjo.
Pesan yang disampaikan sama. Persoalan semburan lumpur Lapindo telah
selesai, masyarakat korban semburan lumpur Lapindo telah hidup sejahtera dengan
1 http://www.investor.co.id/bedahemiten/era‐konvergensi‐di‐mata‐bakrie‐telecom/8867
ganti rugi yang diterimanya, Bakrie adalah orang yang baik, yang meskipun telah
ditetapkan tidak bersalah oleh pengadilan, tetapi masih membantu korban semburan
lumpur, tidak ada kerusakan lingkungan, dan penyebab semburan lumpur adlah gempa
Jogja.
Tak ada gambaran sedikitpun tentang derita warga yang rumahnya
ditenggelamkan lumpur, orang-orang yang masih tinggal di pengungsian tol Besuki,
anak-anak yang tidak bisa sekolah, warga yang menderita sakit karena menghirup gas
beracun, ekonomi warga korban yang kocar-kacir, rusaknya infrastruktur dan sarana
publik, hingga hancurnya lingkungan di kawasan Porong.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar